- Biografi Singkat Jorge J. E Gracia
Jorge
J. E. Gracia lahir pada tahun 1924, di Kuba. Ia adalah professor dalam bidang
filsafat di Department Of Philosophy, University Of Buffalo di New York. Ia
menempuh undergraduate program (B.A.) dalam bidang filsafat di
Wheaton College (lulus tahun 1965), graduate program (M.A.) dalam bidang
yang sama di University Of Chicago dan doctoral program juga dalam
bidang filsafat di University Of Toronto. Melihat dari sejarah pendidikannya,
diketahui bahwa area of interest (bidang ketertarikan) Gracia sangat
linear, yakni filsafat, sehingga tidak diragukan bahwa dia memiliki ilmu yang
mendalam tentang berbagai hal dalam bidang filsafat, seperti
metafisika/ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa/hermeneutika, filsafat
skolastik, dan filsafat Amerika Latin. Selain ahli filsafat, Gracia juga
memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah-masalah etnisitas,
identitas, nasionalisme dan lain-lain.
Keahlian
Gracia dalam bidang-bidang tersebut dibuktikan dengan karya-karya yang cukup
banyak dalam bidang-bidang tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel dalam
jurnal dan antologi, maupun artikel seminar. Diantara karya-karyanya yang
relevan dengan penelitian ini adalah:
1.
A
Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology (Albany: State
University Of New York Press, 1995).
2.
Text:
Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albany: State University
Of New York Press, 1996).
3.
Texts
and Their Interpretation, review of metaphysics 43 (1990), 495-542.
4.
Can
There Be Texts Without Historical Authors? American Philosophical Quarterly 31,
3 (1994), 245-253.
5.
Can
There Be Texts Without Historical Audiences? The identity and function of
audiences, review of metaphysics 47, 4 (1994), 711-734.
6.
Can
There Be Definitive Interpretations? In European philosophy and the American
academy, ed. B. smith (la sale, IL: heeler institute, 1994), 43-53.
7.
Author
and repression, contemporary philosophy 16, 4 (1994), 23-29.
8.
Textual
identity, sorties 2 (1995), 57-75.
9.
Where
is Don Quixote? The location of texts and works, Concordia 29 (1996),
95-107. (9) The interpretation of revealed
texts: do we know what god means? (presidential address), proceedings of
the American catholic philosophical association, vol. 72 (Washington, Dc:
catholic university of America press, 1998), 1-19.
10.
Relativism
and The Interpretation Of Texts, metaphilosophy 31,1/2 (2000), 43-62.
11.
Borges
Pierre Menard: Philosophy Of Literature, journal of aesthetics and art
criticism 59, 1 (2000) 45-57
12.
The
Ethics of Interpretation, in volume of the international academy for
philosophy, Liechtenstein, forthcoming?
13.
A
Theory of Author, dalam W. Irwin, (ed.), the death and resurrection of the
author (Westport, CN: Greenwood Press, 2002), 161-189.
14.
The
Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting Interpretation In Philosophy,
dalam J.J.E. Gracia dan Jiyuan Yu (eds). Uses and abuses of the classics:
interpretation in philoshophy.
15.
Meaning,
dalam dictionary for theological interpretation of scriptures, diedit oleh
Kevin J. vanhoozer, Daniel j. treier, et al.
16.
History/Historiography
Of Philosophy, dalam encyclopedia of philosophy (new York?: macmillan, dalam
persiapan).
17.
From
Horror To Hero: film interpretations of stoker’s Dracula, in William Irwin dan
Jorge J. gracia, eds, philosophy and the interpretation of popular culture
(dalam persiapan).
18.
The
Good And Bad: the quests of sam gamgee and smeagol (alias Gollum) for the happy
life, dalam G. bassham dan eric Bronson (eds.), philosophy and the lord of the
rings (lasalle, IL:open court, 2003).
- Teori Interpretasi Jorge J. E Gracia
Gracia dalam bukunya A Theory Of Textuality mengenalkan sebuah theory
interpretasi yang dikenal dengan theory fungsi interpretasi (interpreter’
function). Dalam teori fungsi interpretasi ini ada tiga tahap yang
harus dilalui untuk mendapatkan sebuah pemaknaan yang konprehensif, yaitu historical function, meaning function, dan implicative function.
teori interpretasi ini tentunya tidak lahir begitu saja tanpa disertai dengan
sudut pandang Gracia dalam memahami dan memaknai apa itu teks.
“A text is a
group of entities, used as signs, which are elected, arranged, and intended by
an author in a certain context to convey some specific meaning to an audience”[1]
dari defenisi teks yang diungkapkan Gresia di atas ada beberapa poin yang perlu
kita perhatikan pertama, sekumpulan entitas yang digunakan sebagai tanda (a
group of entities, used as signs), kedua tanda-tanda (signs), ketiga
makna khusus (specific meaning), keempat, maksud (intention),
kelima, pilihan dan susunan (selection and arrangement), keenam, konteks
(context). Elemen-elemen inilah yang nantinya menjadi focus dalam
memahami sutau makna dalam teori fungsi interpretasi Gracia.
Adpun tiga
tahapan-tahapan dalam teriori fungsi interpretasi sebagai berikut:
1.
Historical
Function (fungsi historis)
Interpretasi
atau penafsiran sebuah teks merupakan suatu yang mutlak harus dilakukan sebagai
respon berbagai permasalahan yang timbul di masyarakat karena situasi dan
kondisi yang berbeda- beda. Dalam teori ini interpretasi tidak bisa lepas dari
sejarahnya baik itu berhubungan dengan pencipta teks dan audiens pada saat teks
itu muncul.
Gracia
menjelaskan tujuan dari penafsir adalah untuk menciptakan pemahaman di benak
audiens kontemporer, terkait tindakan mental yang memunculkan teks
pertamakalinya (historical author) bukan orang yang mengkreasikan teks
melainkan seperti kondisi masyarakat ketika teks itu muncul.[2]
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa seorang penafsir harus mampu menyampaikan
apa yang menjadi tujuan dari teks sejarah (historical teks) dengan
pemahaman yang sama dengan apa yang diinginkan oleh historical author.
Pemahaman yang dimiliki penafsir inilah yang kemudian di bawa pada audiens
kontemporer sebagai satu pemahaman yang di dasarkan pada kondisi psikologi historical
audience. Pemaparan ini menyimpulkan bahwa tujuan penafsir adalah untuk
menciptakan pemahaman pada sebuah teks di antara audiens kontemporer tindakan
pemahaman yang intensional artinya sama dengan yang dihasilkan oleh historical
text pada konteks historical author dan historical audience
dari historical text.[3]
Dari sinilah
kita dapat melihat lebih jelas mengapa interpretasi merupakan bagian integral
dari pemahaman historical text untuk memahami sebuah teks. Tujannya
ialah untuk menjembatani kesenjangan kontekstual, konseptual, budaya dan
sebagainya yang memisahkan teks dimana ia dibaca, didengar, atau bahkan
diingat.[4]
Hal ini merupakan sesuatu yang tak bisa dipungkiri karena perbedaan budaya dan
rentang waktu antara pencipta teks dengan pembaca tentu saja akan melahirkan
konsep yang berbeda pula. Untuk menyatukan makna dari suatu teks disinilah
letak urgennya sebuah kajian terhadap sejarah teks atau disebut historical
text dalam teori ini.
2.
Meaning
Function (fungsi makna)
Meaning
function atau lebih tepat fungsi perkembangan makna. Gracia menegaskan bahwa
fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pemahaman di benak audiens kontemporer
dan mengembangkan makna dari suatu teks. Terlepas dari apakah pemaknaan
tersebut sama atau tidak dengan apa yang dimaksud oleh author dan audiens
historis.[5]
Perkembangan
makna yang dimaksud adalah suatu pemahaman tambahan dalam menafsirkan suatu
teks karena kondisi yang dialami para penafsir yang berbeda- beda. Akan tetapi
bukan dalam artian penafsiran tersebut hilang kendali dari makna subtasi suatu
teks, melainkan perkembangan makna tersebut hanyalah suatu pengembangan dari
makna subtansi yang di kandung oleh teks sebagai upaya penyesuaian dengan
problematika yang sedang dialami para penafsir atau dengan kata lain
menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya.
3.
Implicative
Function (fungsi penerapan)
Pemaknaan suatu
teks dapat dipahami dari tindakan yang dilakukan oleh audiens. Tindakan inilah
yang nantinya dipahami sebagai fungsi penerapan. Akan tetapi anatara makana dan
penerapan harus tetap dibedakan walaupun makana dan penerapan terlihat sama
tapi pada hakikatnya kedua kategori ini sangat berbeda. Makna hanya pada ranah
konseptual sedangkan penerapan sudah lebih jauh dari konsep menjadi sebuah
tindakan audiens.
Pemahaman
tentang makna historis merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memahmi
fungsi penerapan ini. Jadi seorang penafsir harus konsisten dengan makna yang
ada pada teks tersebut yang kemudian menjadi makna yang dipahami oleh audiens
kontemporer bukan pemahaman yang subyektif.[6]
Akan tetapi hal ini bukanlah suatu yang mudah bagi seorang penafsir karena
situasi yang dialami seorang penafsir dan kemunculan teks tidak sama.
Untuk
menanggapi hal ini Gracia memberikan tiga kategori yang harus dipahami.
Pertama, interpretasi dipahami sebagai gabungan dari teks yang akan di
tafsirkan (intrpretandum) dan penambahan tekstual (interpretans)
yang diperlukan untuk memahami teks. Kedua, tindakan pemahaman subyek. Ketiga,
proses atau kegiatan dengan cara mengembangkan pemahaman.[7]
Dari pemaparan
di atas yang ditekankan adalah pentingnya membedakan mana yang disebut sebagi
tambahan dari sebuah teks, tindakan pemahaman penafsir, dan pengembangan
pemahaman. Singkatnya fungsi ini dapat dipahami sebagai upaya memunculkan di
benak audiens kontemporer suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi
dari makna teks yang ditafsirkan.[8]
Tentu saja pemahaman yang dimaksud bukanlah pemahaman yang terpaku pada
tekstual melainkan pemahaman yang dapat dimengerti oleh audiens kontemporer
dengan membaca kondisi yang dialami oleh audiens itu sendiri. Lebih jelasnya
penafsir berhak mengembangkan pemahaman sebagai lanjutan dari pemahaman
obyektif tersebut, sehingga teks tersebut mempunyai signifikansi dan bisa
diaplikasikan sesuai untuk masa dan tempat di mana penafsiran itu dilakukan.[9]
- Jorge J. E Grecia dalam Kajian Hadis
Tiga teori
fungsi di atas baik itu historical function, meaning function, dan implicative
function. menurut penulis merupakan satuan teori yang sangat relevan dalam
kajian hadis. Untuk memudahkan dalam memahami keterkaitan teori ini dengan
kajian hadis ada baiknya penulis menjelaskan dimana letak dan posisi ketiga
teori fungsi di atas dalam ranah kajian hadis.
Pertma, historical
function Gracia dalam hal ini merumuskan seorang penafsir haruslah memaknai
suatu teks dengan memahami konteks dimana teks itu muncul pertama kalinya
seperti yang sudah dijelakan di atas. Dalam kajian hadis hal ini disebut dengan
istilah asbabul wurud yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas tentang
latar belakang munculnya suatu hadis baik itu yang bersifat mikro ataupun
makro.
Dengan
mengetahui historical function yang meliputi historical text, historical
author, dan historical audience atau asbabul wurud dalam kajian
hadis tidak tertutup kemungkinan audiens kontemporer dapat memahami apa yang
akan di sampaikan oleh pencipta teks. Sehingga teks tersebut tetap relevan
meskipun dalam konteks dan kebudayaan yang berbeda.
Kedua, meaning
fuction. Kajian tentang perkembangan makna tentunya sangat penting untuk
digali lebih dalam. Langkah ini dilakukan agar tidak terlalu cepat mengklaim
benar atau salah dalam memahami makna- makna yang datang kemudian akibat dari
pembacaan terhadap suatu teks. Perkembangan makna ini dalam kajian hadis
tentunya mutlak adanya hal ini dapat dilihat dari fungsi hadis itu sendiri.
Hadis secara
fungsinya adalah sebagai penjelas atau penafsiran yang pertama terhadap al-
Qur’an. Jika hadis merupakan tafsiran dari al- Qur’an maka konsep yang pertama
ada dalam al- Qur’an, kemudian dijelaskan dalam hadis dan lebih jauh lagi dalam
kitab- kitab tafsir yang muncul setelahnya. Ketiga kategori ini bisa saja sama
dalam ranah makana dan berbeda pada aspek penerapannya hal ini dikarenakan
problematika masyarakat yang secara dinamis terus berkembang dari masa kemasa.
Oleh karena itu pemetaan perkembangan makna perlu adanya untuk memahami suatu
konsep secara konprehensif.
Ketiga, implicative
function. pemaknaan terhadap sebuah teks akan berpengaruh pada penerapannya
dalam hal ini disebut dengan fungsi implikasi atau penerapan. Fungsi penerapan
ini dalam memahami makna suatu teks hadis khususnya, menurut penulis akan
memberikan gambaran atas makna yang ditangkap pelaku sejajarah atau audiens
historis sampai pada audiens kontemporer. Dengan pengertian bagaimana teks itu
diterapkan merujuk pada konsep yang mereka miliki. Jadi fungsi penerapan ini
dalam kajian hadis nantinya akan mendeskripsikan bagai mana teks hadis tersebut
diterpkan pada saat munculnya dan dimunculkan kembali dalam bernagai kasus
lainnya.
Dari pemaparan
diatas maka penulis menegaskan bahwa teori fungsi yang diusung Gracia ini
relevan dalam mengungkap makana hadis secara konprehensif tidak hanya terbatas
pada konseptual atau konstektual saja tetapi bagaimana memadukan antara teks
dengan konteksnya.
[1]Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And
Epistemology (Albany: State University Of New York Press, 1995), hlm. 4.
[8] Jorge J. E.
Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology, dalam Sahiron, Syamsuddin, Hermenetika
Jorge J. E. gracia dan Kemungkinannya dalam Pengembangan Studi al- Qur’an (
Yogyakarta: Secretariat Dosen Tetap UIN Sunan Kali Jaga, 2010) hlm. 7.
[9] Sahiron, Syamsuddin, Hermenetika Jorge J. E. gracia dan Kemungkinannya
dalam Pengembangan Studi al- Qur’an, hlm.
8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar