ASSALAMU'ALAIKUM

Kamis, 19 Desember 2013

Teori Interpretasi Jorge J. E Gracia dalam Kajian Hadis

  1. Biografi Singkat Jorge J. E Gracia
Jorge J. E. Gracia lahir pada tahun 1924, di Kuba. Ia adalah professor dalam bidang filsafat di Department Of Philosophy, University Of Buffalo di New York. Ia menempuh undergraduate program (B.A.) dalam bidang filsafat di Wheaton College (lulus tahun 1965), graduate program (M.A.) dalam bidang yang sama di University Of Chicago dan doctoral program juga dalam bidang filsafat di University Of Toronto. Melihat dari sejarah pendidikannya, diketahui bahwa area of interest (bidang ketertarikan) Gracia sangat linear, yakni filsafat, sehingga tidak diragukan bahwa dia memiliki ilmu yang mendalam tentang berbagai hal dalam bidang filsafat, seperti metafisika/ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa/hermeneutika, filsafat skolastik, dan filsafat Amerika Latin. Selain ahli filsafat, Gracia juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah-masalah etnisitas, identitas, nasionalisme dan lain-lain.
Keahlian Gracia dalam bidang-bidang tersebut dibuktikan dengan karya-karya yang cukup banyak dalam bidang-bidang tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel dalam jurnal dan antologi, maupun artikel seminar. Diantara karya-karyanya yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1.             A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology (Albany: State University Of New York Press, 1995).
2.             Text: Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albany: State University Of New York Press, 1996).
3.             Texts and Their Interpretation, review of metaphysics 43 (1990), 495-542.
4.             Can There Be Texts Without Historical Authors? American Philosophical Quarterly 31, 3 (1994), 245-253.
5.             Can There Be Texts Without Historical Audiences? The identity and function of audiences, review of metaphysics 47, 4 (1994), 711-734.
6.             Can There Be Definitive Interpretations? In European philosophy and the American academy, ed. B. smith (la sale, IL: heeler institute, 1994), 43-53.
7.             Author and repression, contemporary philosophy 16, 4 (1994), 23-29.
8.             Textual identity, sorties 2 (1995), 57-75.
9.             Where is Don Quixote? The location of texts and works, Concordia 29 (1996),        95-107. (9) The interpretation of revealed texts: do we know what god means?  (presidential address), proceedings of the American catholic philosophical association, vol. 72 (Washington, Dc: catholic university of America press, 1998), 1-19.
10.         Relativism and The Interpretation Of Texts, metaphilosophy 31,1/2 (2000), 43-62.
11.         Borges Pierre Menard: Philosophy Of Literature, journal of aesthetics and art criticism 59, 1 (2000) 45-57
12.         The Ethics of Interpretation, in volume of the international academy for philosophy, Liechtenstein, forthcoming?
13.         A Theory of Author, dalam W. Irwin, (ed.), the death and resurrection of the author (Westport, CN: Greenwood Press, 2002), 161-189.
14.         The Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting Interpretation In Philosophy, dalam J.J.E. Gracia dan Jiyuan Yu (eds). Uses and abuses of the classics: interpretation in philoshophy.
15.         Meaning, dalam dictionary for theological interpretation of scriptures, diedit oleh Kevin J. vanhoozer, Daniel j. treier, et al.
16.         History/Historiography Of Philosophy, dalam encyclopedia of philosophy (new York?: macmillan, dalam persiapan).
17.         From Horror To Hero: film interpretations of stoker’s Dracula, in William Irwin dan Jorge J. gracia, eds, philosophy and the interpretation of popular culture (dalam persiapan).
18.         The Good And Bad: the quests of sam gamgee and smeagol (alias Gollum) for the happy life, dalam G. bassham dan eric Bronson (eds.), philosophy and the lord of the rings (lasalle, IL:open court, 2003).


  1. Teori Interpretasi Jorge J. E Gracia
Gracia dalam bukunya A Theory Of Textuality mengenalkan sebuah theory interpretasi yang dikenal dengan theory fungsi interpretasi (interpreter’ function). Dalam teori fungsi interpretasi ini ada tiga tahap yang harus dilalui untuk mendapatkan sebuah pemaknaan yang konprehensif, yaitu historical function, meaning function, dan implicative function. teori interpretasi ini tentunya tidak lahir begitu saja tanpa disertai dengan sudut pandang Gracia dalam memahami dan memaknai apa itu teks.
“A text is a group of entities, used as signs, which are elected, arranged, and intended by an author in a certain context to convey some specific meaning to an audience”[1] dari defenisi teks yang diungkapkan Gresia di atas ada beberapa poin yang perlu kita perhatikan pertama, sekumpulan entitas yang digunakan sebagai tanda (a group of entities, used as signs), kedua tanda-tanda (signs), ketiga makna khusus (specific meaning), keempat, maksud (intention), kelima, pilihan dan susunan (selection and arrangement), keenam, konteks (context). Elemen-elemen inilah yang nantinya menjadi focus dalam memahami sutau makna dalam teori fungsi interpretasi Gracia.
Adpun tiga tahapan-tahapan dalam teriori fungsi interpretasi sebagai berikut:
1.      Historical Function (fungsi historis)
Interpretasi atau penafsiran sebuah teks merupakan suatu yang mutlak harus dilakukan sebagai respon berbagai permasalahan yang timbul di masyarakat karena situasi dan kondisi yang berbeda- beda. Dalam teori ini interpretasi tidak bisa lepas dari sejarahnya baik itu berhubungan dengan pencipta teks dan audiens pada saat teks itu muncul.
Gracia menjelaskan tujuan dari penafsir adalah untuk menciptakan pemahaman di benak audiens kontemporer, terkait tindakan mental yang memunculkan teks pertamakalinya (historical author) bukan orang yang mengkreasikan teks melainkan seperti kondisi masyarakat ketika teks itu muncul.[2] Pandangan ini mengisyaratkan bahwa seorang penafsir harus mampu menyampaikan apa yang menjadi tujuan dari teks sejarah (historical teks) dengan pemahaman yang sama dengan apa yang diinginkan oleh historical author. Pemahaman yang dimiliki penafsir inilah yang kemudian di bawa pada audiens kontemporer sebagai satu pemahaman yang di dasarkan pada kondisi psikologi historical audience. Pemaparan ini menyimpulkan bahwa tujuan penafsir adalah untuk menciptakan pemahaman pada sebuah teks di antara audiens kontemporer tindakan pemahaman yang intensional artinya sama dengan yang dihasilkan oleh historical text pada konteks historical author dan historical audience dari historical text.[3]
Dari sinilah kita dapat melihat lebih jelas mengapa interpretasi merupakan bagian integral dari pemahaman historical text untuk memahami sebuah teks. Tujannya ialah untuk menjembatani kesenjangan kontekstual, konseptual, budaya dan sebagainya yang memisahkan teks dimana ia dibaca, didengar, atau bahkan diingat.[4] Hal ini merupakan sesuatu yang tak bisa dipungkiri karena perbedaan budaya dan rentang waktu antara pencipta teks dengan pembaca tentu saja akan melahirkan konsep yang berbeda pula. Untuk menyatukan makna dari suatu teks disinilah letak urgennya sebuah kajian terhadap sejarah teks atau disebut historical text dalam teori ini.
2.      Meaning Function (fungsi makna)
Meaning function atau lebih tepat fungsi perkembangan makna. Gracia menegaskan bahwa fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pemahaman di benak audiens kontemporer dan mengembangkan makna dari suatu teks. Terlepas dari apakah pemaknaan tersebut sama atau tidak dengan apa yang dimaksud oleh author dan audiens historis.[5]
Perkembangan makna yang dimaksud adalah suatu pemahaman tambahan dalam menafsirkan suatu teks karena kondisi yang dialami para penafsir yang berbeda- beda. Akan tetapi bukan dalam artian penafsiran tersebut hilang kendali dari makna subtasi suatu teks, melainkan perkembangan makna tersebut hanyalah suatu pengembangan dari makna subtansi yang di kandung oleh teks sebagai upaya penyesuaian dengan problematika yang sedang dialami para penafsir atau dengan kata lain menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya.
3.      Implicative Function (fungsi penerapan)
Pemaknaan suatu teks dapat dipahami dari tindakan yang dilakukan oleh audiens. Tindakan inilah yang nantinya dipahami sebagai fungsi penerapan. Akan tetapi anatara makana dan penerapan harus tetap dibedakan walaupun makana dan penerapan terlihat sama tapi pada hakikatnya kedua kategori ini sangat berbeda. Makna hanya pada ranah konseptual sedangkan penerapan sudah lebih jauh dari konsep menjadi sebuah tindakan audiens.
Pemahaman tentang makna historis merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memahmi fungsi penerapan ini. Jadi seorang penafsir harus konsisten dengan makna yang ada pada teks tersebut yang kemudian menjadi makna yang dipahami oleh audiens kontemporer bukan pemahaman yang subyektif.[6] Akan tetapi hal ini bukanlah suatu yang mudah bagi seorang penafsir karena situasi yang dialami seorang penafsir dan kemunculan teks tidak sama.
Untuk menanggapi hal ini Gracia memberikan tiga kategori yang harus dipahami. Pertama, interpretasi dipahami sebagai gabungan dari teks yang akan di tafsirkan (intrpretandum) dan penambahan tekstual (interpretans) yang diperlukan untuk memahami teks. Kedua, tindakan pemahaman subyek. Ketiga, proses atau kegiatan dengan cara mengembangkan pemahaman.[7]
Dari pemaparan di atas yang ditekankan adalah pentingnya membedakan mana yang disebut sebagi tambahan dari sebuah teks, tindakan pemahaman penafsir, dan pengembangan pemahaman. Singkatnya fungsi ini dapat dipahami sebagai upaya memunculkan di benak audiens kontemporer suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi dari makna teks yang ditafsirkan.[8] Tentu saja pemahaman yang dimaksud bukanlah pemahaman yang terpaku pada tekstual melainkan pemahaman yang dapat dimengerti oleh audiens kontemporer dengan membaca kondisi yang dialami oleh audiens itu sendiri. Lebih jelasnya penafsir berhak mengembangkan pemahaman sebagai lanjutan dari pemahaman obyektif tersebut, sehingga teks tersebut mempunyai signifikansi dan bisa diaplikasikan sesuai untuk masa dan tempat di mana penafsiran itu dilakukan.[9]

  1. Jorge J. E Grecia dalam Kajian Hadis
Tiga teori fungsi di atas baik itu historical function, meaning function, dan implicative function. menurut penulis merupakan satuan teori yang sangat relevan dalam kajian hadis. Untuk memudahkan dalam memahami keterkaitan teori ini dengan kajian hadis ada baiknya penulis menjelaskan dimana letak dan posisi ketiga teori fungsi di atas dalam ranah kajian hadis.
Pertma, historical function Gracia dalam hal ini merumuskan seorang penafsir haruslah memaknai suatu teks dengan memahami konteks dimana teks itu muncul pertama kalinya seperti yang sudah dijelakan di atas. Dalam kajian hadis hal ini disebut dengan istilah asbabul wurud yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas tentang latar belakang munculnya suatu hadis baik itu yang bersifat mikro ataupun makro.
Dengan mengetahui historical function yang meliputi historical text, historical author, dan historical audience atau asbabul wurud dalam kajian hadis tidak tertutup kemungkinan audiens kontemporer dapat memahami apa yang akan di sampaikan oleh pencipta teks. Sehingga teks tersebut tetap relevan meskipun dalam konteks dan kebudayaan yang berbeda.
Kedua, meaning fuction. Kajian tentang perkembangan makna tentunya sangat penting untuk digali lebih dalam. Langkah ini dilakukan agar tidak terlalu cepat mengklaim benar atau salah dalam memahami makna- makna yang datang kemudian akibat dari pembacaan terhadap suatu teks. Perkembangan makna ini dalam kajian hadis tentunya mutlak adanya hal ini dapat dilihat dari fungsi hadis itu sendiri.
Hadis secara fungsinya adalah sebagai penjelas atau penafsiran yang pertama terhadap al- Qur’an. Jika hadis merupakan tafsiran dari al- Qur’an maka konsep yang pertama ada dalam al- Qur’an, kemudian dijelaskan dalam hadis dan lebih jauh lagi dalam kitab- kitab tafsir yang muncul setelahnya. Ketiga kategori ini bisa saja sama dalam ranah makana dan berbeda pada aspek penerapannya hal ini dikarenakan problematika masyarakat yang secara dinamis terus berkembang dari masa kemasa. Oleh karena itu pemetaan perkembangan makna perlu adanya untuk memahami suatu konsep secara konprehensif.
Ketiga, implicative function. pemaknaan terhadap sebuah teks akan berpengaruh pada penerapannya dalam hal ini disebut dengan fungsi implikasi atau penerapan. Fungsi penerapan ini dalam memahami makna suatu teks hadis khususnya, menurut penulis akan memberikan gambaran atas makna yang ditangkap pelaku sejajarah atau audiens historis sampai pada audiens kontemporer. Dengan pengertian bagaimana teks itu diterapkan merujuk pada konsep yang mereka miliki. Jadi fungsi penerapan ini dalam kajian hadis nantinya akan mendeskripsikan bagai mana teks hadis tersebut diterpkan pada saat munculnya dan dimunculkan kembali dalam bernagai kasus lainnya.
Dari pemaparan diatas maka penulis menegaskan bahwa teori fungsi yang diusung Gracia ini relevan dalam mengungkap makana hadis secara konprehensif tidak hanya terbatas pada konseptual atau konstektual saja tetapi bagaimana memadukan antara teks dengan konteksnya.



[1]Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology (Albany: State University Of New York Press, 1995), hlm. 4.
[2] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology, hlm. 155.
[3] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology, hlm. 157.
[4] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology.hlm. 157.
[5] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology.hlm. 160.
[6] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology.hlm. 161.
[7] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology.hlm. 161.
[8] Jorge J. E. Gracia, A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology, dalam Sahiron, Syamsuddin, Hermenetika Jorge J. E. gracia dan Kemungkinannya dalam  Pengembangan Studi al- Qur’an ( Yogyakarta: Secretariat Dosen Tetap UIN Sunan Kali Jaga, 2010) hlm. 7.
[9] Sahiron, Syamsuddin, Hermenetika Jorge J. E. gracia dan Kemungkinannya dalam  Pengembangan Studi al- Qur’an, hlm. 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar